Menjadi seorang Puragabaya adalah suatu kehormatan besar. Kedudukan Puragabaya adalah kedudukan yang mulia. Seorang Puragabaya menyatukan sifat kesatriaan, keperkasaan dan kefaqihan agama dalam dirinya. Puragabaya merupakan pemuda pilihan yang diangkat dari kalangan bangsawan yang memiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur serta fisik yang prima. Untuk dapat menjadi seorang Puragabaya harus melalui tahapan yang sangat berat dan sulit. Puragabaya diharuskan hidup sederhana , tinggal di sebuah padepokan di tengah hutan belantara, menghadapi latihan-latihan yang taruhannya nyawa. Selain mempelajari ilmu kanuragan dan beladiri yang mumpuni, Puragabaya juga dibekali dengan ilmu-ilmu agama. Sehingga seorang Puragabaya selain memiliki ilmu kanuragan yang sangat ampuh dan berbahaya, juga memiliki kefaqihan yang tinggi dalam agama.

Saturday, March 22, 2008

Braveheart


Pada bulan Mei ini, anak kedua gue berumur 6 tahun, Barron Breviantho namanya. Seperti para orang tua pada umumnya, pemberian nama anak tentulah memiliki arti dan filosofi tersendiri. Setiap orang tua selalu mengharapkan yang terbaik bagi buah hati mereka. Bagi gue dan istri, nama anak adalah doa dan harapan. Dalam bahasa Arab, Barron berarti baik. Dan Breviantho merupakan gabungan dari kata Brave (Inggris=berani) yang sudah di Indonesia-kan dan nama belakang gue Haryantho. Kata Brave ini juga terinspirasi dari sebuah film yang berkisah tentang keberanian dan keteguhan hati, Braveheart. Yah…gue dan istri selalu berdoa dan berharap agar Barron Breviantho bisa selalu menjadi seseorang yang baik, sholih, berani dan bertanggung jawab.

Pada Perayaan Ultah IPSI ke 60 yang dilaksanakan di Padepokan Pencak Silat TMII pertengahan bulan Mei ini, gue dan saudara-saudara dari banyak perguruan silat  turut berpartisipasi pada perhelatan akbar tersebut. Tak ketinggalan, keluarga juga gue ajak. Beberapa event yang ada antara lain atraksi pencak silat, seminar, gerak jalan, pertunjukan musik dan bazaar.

Selama kegiatan berlangsung, Barron terlihat sangat antusias. Sampai ketika gue dan Barron berjalan melihat-lihat bazaar, ada sesuatu yang menarik perhatian Barron. Dan Barron sangat menginginkannya. Barron bilang, di hari jadinya yang ke 6 ini (bertepatan dengan HUT IPSI), dia menginginkan kado dari gue. Dia minta dibelikan Sand Sack….ya…Sand Sack. Barron menambahkan, “Nanti itu (Sand Sack) buat latihan sama papa dan Mbak Osa di rumah.” Agak surprise gue mendengar permintaannya. Betapa “sumringah”nya Barron ketika gue berikan Sand Sack tersebut sebagai “kado” untuknya. Dia bilang, “Papa, Alhamdulillah Jaza Kaulohu Khoiro…Barron seneng banget…”
Dan kini, hari-hari Barron selalu diisi dengan bermain dengan “mainan baru” bersama Mbak Osa, sang kakak tercinta.

Seperti pernah gue tulis pada artikel Pendekar Cilik, gue tidak pernah memaksa anak-anak gue untuk berlatih beladiri terutama silat. Gue ingin, kecintaan anak-anak gue pada silat tumbuh dari dirinya sendiri, tanpa ada paksaan.. Just let it flow…..
Dan kadang ketika Barron lelah bermain dengan “mainan baru”nya, Barron duduk di sisi gue yang sedang memetik gitar, meminta dinyanyikan lagu favoritnya ciptaan Iwan Fals berjudul Nak.
Gue dan Barron pun berduet, “…duduk sini nak dekat pada bapak, jangan kau ganggu ibumu. Turunlah lekas dari pangkuannya, engkau lelaki kelak sendiri….”

Thursday, January 31, 2008

Under Estimate


“Yah badan kecil begitu, gampang deh dia gue kalahin….”
Percaya diri memang mutlak diperlukan dalam menghadapi suatu pertarungan, tapi kalau ke-“PD”-an itu berujung dengan meremehkan lawan, nah itu lain lagi ceritanya.

Kadang kita memandang remeh kepada lawan yang posturnya jauh lebih kecil. Hanya dengan melihat postur tubuh seseorang, tidak serta merta kemampuan lawan dapat diukur. Padahal ketika meremehkan lawan, justru itulah kelemahan terbesar kita. Ingat artikel gue sebelumnya tentang Silat...unbelievable, itulah yang gue alami karena meremehkan lawan.
Dengan meremehkan lawan, secara tidak langsung kita berkesimpulan bahwa lawan dapat dikalahkan dengan mudah dan keyakinan tersebut terus melekat di kepala. Tapi ketika tiba-tiba serangan lawan yang berpostur tubuh kecil tersebut masuk, apalagi dengan telak dan menjatuhkan kita, kita tidak siap dengan keadaan tesebut. Rasa kesal, malu, gundah, emosi dan bahkan marah menumpuk, bercampur aduk dalam dada sampai menjadi sesak karenanya. Dan akibatnya serangan dan pertahanan tidak terkontrol sehingga dengan mudah dipermainkan oleh lawan dan berujung dengan kekalahan.

Kepercayaan diri memang diperlukan, tapi jangan sampai kepercayaan diri tersebut justru berubah menjadi boomerang karena terlalu “PD”. Bagaimanapun postur tubuh lawan yang kita hadapi, kita harus tetap selalu waspada. Jangan pernah menilai kemampuan sesorang hanya dengan melihat sisi luarnya saja. Siapa tahu di balik postur yang kecil tersebut tersimpan kemampuan yang luar biasa. Dan bagi gue pribadi, gue tetap akan berhati-hati menghadapi lawan bertubuh kecil yang mungkin saja memiliki kemampuan luar biasa. Tapi….gue akan jauh lebih berhati-hati menghadapi orang yang bertubuh besar dan kekar dengan kemampuan yang luar biasa.